Pengingkatan Literasi Melalui Penguatan Konten Pengetahuan Lokal oleh Perpustakaan

Dosen Prodi Perpustakaan dan Sains Informasi, menjadi partisipan pada talkshow Peningkatan Indeks Baca Masyarakat untuk Kesejahteraan di Kabupaten Sumedang dengan Tema “Literasi Masyarakat Kuat, Pertumbuhan Ekonomi Meningkat” pada Sabtu (16/12/2023). Bapak Kusnandar, M.Si., menjadi salah satu narasumber mewakili akademisi dan Bapak Asep Saeful Rohman, M.I. Kom., menjadi moderator. Narasumber lain yang hadir pada acara ini yaitu, Plt. Kepala Perpustakaan Nasional Ri, Prof. E. Aminudin Aziz, MA, Ph.D., Anggota DPRD Kabupaten Sumedang, Anisa Choeriah, S.Pd., Pustakawan Ahli Utama Perpustakaan Nasional RI, Drs. Herman Suryatman, M.Si., dan Pegiat Literasi FTBM, Kang Opik. Acara ini berlangsung secara langsung dan melalui YouTube Channel PAPPBD Perpusnas RI.

Selain literasi, budaya juga menjadi salah satu hal yang didiskusikan pada acara ini. Hal ini berkaitan dengan Kabupaten Sumedang yang menjadi Puseur Budaya Sunda berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Sumedang No 1 Tahun 2020 tentang Sumedang Puseur Budaya Sunda. Bapak Asep menuturkan salah satu ekspresi budaya yang sangat luhur dan penting sebagai ciri masyarakat berperdaban tinggi adalah pengetahuan, yang mana perpustakaan tidak pernah lepas dari pengetahuan sehingga perlu diketahui peran dan langkah strategis perpustakaan dalam mengelola budaya. “… sebagai akadimisi Ilmu Perpustakaan dan Informasi, serta Pemerhati budaya, bagaimana peran perpustakaan dan upaya strategis yang dapat dilakukan perpustakaan umum, pustakawan, dan stakeholder agar mampu mewujudkan Sumedang Puseur Budaya Sunda?” Tanya Beliau kepada narasumber.

Bapak Kusnandar menyampaikan salah satu hal yang perlu dilakukan oleh perpustakaan berkaitan dengan budaya, utamanya konten, adalah mengakomodir tidak sedikit, cukup banyak, atau bahkan sebagian besar diisi dengan local content atau pengetahuan lokal yang ada di sekitar perpustakaan. Jadi, perpustakaan tidak hanya eksis sebagai lembaga yang dapat dimanfaatkan publik secara inklusif tapi juga berperan dalam ‘menangkap’ dan menjadikan pengetahuan-pengetahuan lokal sebagai koleksi setempat. Dengan begitu, pengadaan koleksi di perpustakaan pun tidak melulu mengandakan penerbitan yang sudah existing serta hibah melainkan bisa membuat koleksi sendiri dengan memanfaatkan pengetahuan lokal.

Selain itu, Pak Kusnandar juga menekankan pentingnya kolaborasi perpustakaan dengan berbagai stakeholder seperti penggiat TBM dan masyarakat untuk sama-sama merekam pengetahuan lokal. Beliau juga menambahkan bahwa perpustakaan itu harus tahu dinamika bahwa konten atau isi yang disediakan di perpustakaan itu tidak semata-semata yang sifatnya general tapi bisa juga memuat konten atau isi yang sifatnya lokal. Sebagai penutup, beliau menyampaikan bahwa rekan-rekan penggiat literasi dan perpustakaan harus mulai aware atau sadar bahwa pengetahuan-pengetahuan masa lalu itu bukan jadul, bukan kuno, melainkan masih relevan jika bisa diimplikasikan pada masa kini.

Share this: